
“KATEDA”
Sejarah ilmu tenaga murni “KATEDA” sampai saat ini belum begitu dikenal oleh masyarakat umum, bermula dari diketemukannya kembali pengajaran ini oleh seorang petapa dari himalaya yang bernama Tagashi.
Pada tahun 1907 saat ia berusia 20 tahun, Tagashi berpetualang ke Tibet bagian utara. Disana ia menemukan sebuah kitab kulit kuno atau sebuah naskah yang tertulis dalam bentuk simbol-simbol. Selama 40 tahun ia mempelajari buku kuno itu dan membuat penelitian dari buku yang asli yang kemudian dibandingkan dengan buku-buku kuno yang disimpan oleh masyarakat Tibet, Nepal, dan Himalaya sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan dengan menamakan buku itu “TUJUH RAHASIA” dan menterjemahkan simbol-simbol itu menjadi tujuh buah kata yang berbeda. Ia juga berkesimpulan bahwa buku tersebut bermakna suatu tingkatan ilmu manusia dan semua didasarkan pada pernapasan tenaga murni.
Pengetahuan itu digunakan untuk perlindungan terhadap lingkungan sekitarnya yang brutal untuk memelihara kedamaian dan keharmonisan. Dengan diciptakannya senjata - senjata peperangan, pengajaran dari kitab ini semakin sedikit dipraktekkan, sampai akhirnya benar - benar dilupakan.
Pada tahun 1947 Tagashi memutuskan untuk mengikuti peta yang sedikit jelas terlukis pada halaman akhir dari kitab itu. Ia yakin perjalanan tersebut dibuat oleh seseorang yang terakhir menyimpan kitab itu untuk mencegah kehancurannya. Dia juga yakin bahwa “Tujuh Rahasia” harus disebarkan terhadap sesama manusia, dan setiap orang sepantasnya menjadikan pengajaran itu suatu ilmu pengetahuan.
Selama 16 tahun perjalannya melalui Nepal, India, Thailand, Malaysia, dan Indonesia ia mengajar sekitar 200 murid. Pengajarannya diberikan secara rahasia untuk mencegah mereka menyalahgunakan pengetahuan bela diri ini. Setiap murid – muridnya disumpah untuk merahasiakannya, terutama mereka yang telah berkemampuan sebagai master. Yang sudah mempuyai kemampuan memukul benda – benda keras tanpa terasa sakit atau cedera. Mereka juga harus mampu mengembangkan rasa tanggungjawab berdasarkan pengajaran ini dengan mengajar orang lain dibawah pengawasan intensif dari Tagashi.
Pada tahun 1963 tagashi dan 30 orang master tiba di Gunung Bromo Jawa Timur, Indonesia. Disana ia mengalami sebuah penglihatan/visi, yang mana ia melihat sesuatu timbul dari sisi kawah Gunung Bromo itu sama dengan simbol yang digambarkan di kitab. Penglihatan itu membentuk dasar dari yang dia yakini bahwa “Tujuh Rahasia” dapat dicapai, dan ini lebih lagi dari kemampuan dan pengetahuan yang sudah dicapai melalui metode bela diri. Sejak saat itu Tagashi memutuskan untuk tinggal dan menetap di Gunung Bromo untuk menemukan tingkat selanjutnya, atau metode yang dipisahkan dengan kemampuan yang sudah ia capai dari “Tujuh Rahasia”.
Selama 6 tahun menetap disana (1963 – 1969) beberapa murid dari Indonesia bertemu Tagashi. Mereka tinggal bersama Tagashi dan seterusnya, dalam rencana meraih tingkatan Mater, mereka diberikan tugas yang khusus untuk membantu Tagashi dalam mencari kunci untuk membuka “Tujuh Rahasia” tersebut.
Pada tahun 1969 salah satu seorang Master dari Indonesia meminta ijin untuk menterjemahkan “Tujuh Rahasia” kedalam bahasa sehari – hari, termasuk metode untuk membuka tabir “Tujuh Rahasia” yang pada akhirnya ditemukan oleh master ini. Master ini belum pernah melihat naskah asli tersebut sampai Tagashi mengijinkannya untuk menterjemahkan naskan itu. Ijin ini diberikan karena master ini pada saat di Gunung Bromo mempunyai penglihatan yang sama dengan Tagashi. Metode yang digunakan untuk mencapai “Tujuh Rahasia” disebut, metode Deep silence, yang memungkinkan seseorang untuk mengontrol pikiran, megalahkan kelemahan – kelemahan diri sendiri, sehingga kebebasan dari dalam kemurnian jiwa yang sebenarnya mampu merasakan, melihat dan mendengar.
Selama 3 tahun dari tahun 1969 – 1972 master ini menterjemahkan kitab “Tujuh Rahasia” dikesunyian alam di Tibet bagian Utara dimana naskah asli ditemukan, dan kemudian di Gunung Bromo dimana tanda – tanda pertama mencapai “Tujuh Rahasia” ditemukan.
Pada bulan Maret 1972 Tagashi menerima hasil terjemahan dari “Tujuh Rahasia”. Dia juga setuju dengan meniadakan tradisi latihan secara rahasia dan selalu tersembunyi dan menggantikannya dengan susunan pengajaran secara terorganisasi dengan tata – tertib dan pengaturannya. Terjemahan dari “Tujuh Rahasia” dinamakan “KATEDA”.
Metode pernapasan, pengontrolan otot, gerakan tubuh, konsentrasi, komunikasi Internal Heat, Inner vision dan Inner voice adalah kata – kata yang digunakan sekarang, menggantikan simbol – simbol dari naskah asli. Huruf - huruf KATEDA diambil dari simbol yang tergambar dihalaman terakhir dari kitab “Tujuh Rahasia” yaitu simbol dari sebuah gunung dengan garis pemandu, dan pada bentuk simbol menuju mencapai titik/tingkatan tertinggi.
Pada tanggal 22 Januari 1976 Tagashi meninggal dunia pada usia 89 tahun. Jasadnya dikremasi dikawah Gunung Bromo bersama naskah asli tersebut. Hal itu sesuai dengan pesannya yang terakhir. Dia minta, siapapun yang menjadi Maha Guru yang baru harus mengutamakan perdamaian diatas semua pengetahuan yang sudah dicapai melalui metode pengajaran Ilmu Tenaga Murni KATEDA.
Pada tahun 1977 dibuka perguruan KATEDA di London – Inggris dengan nama KATEDA Internasional. Tahun 1980 dibuka perguruan KATEDA di Amerika. Tanggal 5 Maret 1981 KATEDA School of Selfdefence di London menjadi pusat dari seluruh perguruan KATEDA dari berbagai negara sampai tahun 1991.
Pada bulan Oktober 1989 didirikan perguruan KATEDA di Menado – Sulawesi Utara dengan nama FOKUS ( Federation of KATEDA United Societies) Indonesia. Tahun 1992 di Surabaya – Jawa Timur dibentuk perguruan KIETA ( KATEDA Inernational & Enesty Teaching Association) Indonesia yang akhirnya menjadi pusat dari seluruh organisasi/perguruan ilmu Tenaga Murni KATEDA.
Sekarang ilmu Tenaga Murni “KATEDA” mengingat akan selalu mengajarkan pada manusia yang ditujukan untuk kesehatan dan perdamaian.
Ilmu Tenaga Murni “KATEDA” – pengajaran dari Inner peace (perdamaian) yang dulu pernah terlupakan, sekarang bangkit kembali pada setiap orang yang menyayangi kesehatan dan kedamaian hidup dalam kehidupan manusia dan bukannya kehancuran atas peperangan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar